
Denpasar – Penyelesaian sengketa di tengah masyarakat tidak selalu harus berakhir di meja hijau. Melalui jalur mediasi dan arbitrase, berbagai permasalahan hukum kini dapat diselesaikan secara lebih cepat, efisien, dan berkeadilan tanpa harus melalui proses panjang di pengadilan. Semangat inilah yang menjadi dasar penyelenggaraan Indonesia Arbitration Week & Indonesia Mediation Summit 2025 yang digelar di Denpasar, Bali, Rabu (5/11/2025).
Ketua panitia Made Sudjana mengatakan bahwa kegiatan ini menjadi wadah bagi masyarakat untuk memahami lebih dalam tentang penyelesaian sengketa alternatif atau Alternative Dispute Resolution (ADR).
“Kepada para peserta, baik yang hadir secara online maupun offline, saya berharap bisa mendapatkan pencerahan mengenai apa itu arbiter, apa itu mediasi, bagaimana cara kerjanya, dan bagaimana menangani kasus dengan adil. Semua itu akan dibahas tuntas oleh para ahli dan profesional di bidangnya,” ujar Made Sudjana.
Ia menjelaskan, penyelesaian sengketa melalui ADR memiliki banyak manfaat dibandingkan jalur pengadilan. “Kalau lewat pengadilan negeri, prosesnya panjang, bisa sampai satu atau dua tahun baru selesai. Sementara lewat mediasi atau arbitrase, penyelesaiannya jauh lebih cepat,” katanya.
Menurutnya, keterbatasan jumlah hakim di Indonesia menjadi salah satu alasan kuat untuk memperkuat sistem penyelesaian sengketa di luar pengadilan. “Hakim kita jumlahnya terbatas, sementara kasus terus bertambah. Karena itu, peran mediator dan arbiter menjadi sangat penting,” tambahnya.
Made juga mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 5.000 anggota yang tergabung dalam jaringan penyelesaian sengketa di Indonesia. “Mereka akan dinilai berdasarkan prestasinya, seperti jumlah kasus yang berhasil diselesaikan dan bagaimana mereka menangani kasus tersebut. Bagi yang memenuhi kriteria, kami akan memberikan penghargaan,” jelasnya.
Acara tersebut juga menghadirkan Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra sebagai keynote speaker sekaligus pembuka kegiatan. “Kehadiran Pak Menko menjadi bukti bahwa pemerintah memberi perhatian besar terhadap penguatan sistem penyelesaian sengketa di luar pengadilan,” ujar Made.
Dalam sambutannya, Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa Indonesia siap menjadi poros dalam penyelesaian sengketa yang berkeadilan dan bermartabat. “Kita memasuki era baru di mana solusi win-win solution melalui mediasi dan arbitrase menjadi pilihan utama. Kita tidak ingin terus terjebak dalam konflik, tapi mencari titik temu yang damai,” ungkapnya.
Yusril juga menyoroti pentingnya memahami akar budaya hukum di Indonesia. “Pengaruh hukum keagamaan dan tradisi adat istiadat sangat besar bagi masyarakat. Sayangnya, kita jarang melakukan kajian mendalam tentang hal itu. Padahal para ahli hukum dari Timur sudah lama memikirkannya,” paparnya.
Ketua Dewan Sengketa Indonesia Sabela Gayo menjelaskan bahwa saat ini terdapat 5.500 mediator yang aktif di seluruh Indonesia, dengan sekitar 75 persen di antaranya terdaftar di pengadilan negeri dan agama. “Kami juga memiliki 144 konsiliator, 180 yudikator, 850 arbiter, dan 125 praktisi sengketa khusus di jasa konstruksi,” tambahnya.
Sabela menambahkan bahwa DSI terus berupaya meningkatkan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan nasional dan internasional. “Kami berharap kegiatan ini menjadi ajang berbagi pengalaman antar mediator, konsiliator, yudikator, dan arbiter agar bisa memperkuat layanan penyelesaian sengketa di Indonesia,” imbuhnya.
Ia juga mendorong agar pemerintah menyiapkan daftar mediator di setiap kementerian dan lembaga. “Kami ingin ada ruang mediasi di instansi pemerintahan, seperti halnya di pengadilan negeri dan agama. Dengan begitu, penyelesaian sengketa bisa dilakukan lebih cepat dan dekat dengan masyarakat,” jelasnya.
Penyelesaian sengketa di Indonesia kini semakin diarahkan pada jalur mediasi sebagai langkah damai tanpa harus menempuh proses panjang di pengadilan. Melalui mediasi, kedua belah pihak yang berselisih diajak untuk mencari solusi bersama yang saling menguntungkan, mengedepankan musyawarah dan nilai-nilai kemanusiaan.
Semangat inilah yang mengemuka dalam gelaran Indonesia Arbitration Week & Indonesia Mediation Summit 2025 yang diselenggarakan di Denpasar, Bali, pada awal November 2025.
Sementara itu, Liza Widjaja, salah satu peserta yang menerima penghargaan dalam acara tersebut, menyampaikan rasa bangganya atas pengakuan yang ia terima
Mendapatkan 2 buah penghargaan sekaligus sebagai The Best Indonesia Banking Mediator from IADR, dan International Recognition of Outstanding Achievement in Mediation Practice from IADRA.
pertama dari Prof. Yusril Ihza Mahendra untuk mediasi lokal Indonesia, dan kedua dari Prof. Abe dari Australia,” ujarnya.
Liza yang memiliki pengalaman panjang di dunia perbankan sebelum melanjutkan studi hukum mengaku sangat terharu,
Mendapatkan 2 buah penghargaan sekaligus sebagai The Best Indonesia Banking Mediator from IADR, dan International Recognition of Outstanding Achievement in Mediation Practice from IADRA.
“Saya lama bekerja sebagai banker selama 30 tahun, lalu saya kuliah hukum dan lanjut mengambil Master. Saya sangat terharu dan bangga bisa mendapatkan award ini, karena bagi saya penghargaan ini luar biasa dan bisa mendukung karier saya ke depan,” katanya.
Liza Widjaja juga mendukung penuh pandangan bahwa penyelesaian perkara sebaiknya dimulai dari mediasi.
“Saya setuju dengan yang dikatakan Prof. Yusril bahwa Indonesia dalam menyelesaikan perkara lebih diarahkan ke mediasi terlebih dahulu. Seperti dalam ajaran agama, diutamakan musyawarah sebelum mengambil langkah hukum,” jelasnya.
Ia berharap kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mediasi semakin meningkat.
“Mudah-mudahan mediator-mediator di Indonesia semakin banyak dan berkembang membantu masyarakat menyelesaikan masalah dengan cara damai,” ujar Liza Widjaja S.E., S.H., CPArb., CPM. Seorang pengusaha, advokat dan mediator di jakarta.
Menurutnya, penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau aparat penegak hukum sering kali memakan waktu lama dan biaya besar, sementara hasilnya belum tentu menguntungkan kedua pihak.
“Harapan saya, masyarakat lebih memahami alternatif penyelesaian masalah. Jangan langsung lapor polisi atau ke pengadilan, karena prosesnya panjang dan mahal. Dengan mediasi, waktunya lebih singkat, keputusannya ditentukan oleh kedua belah pihak, dan hasilnya pasti win-win solution,” tuturnya.
Melalui kegiatan seperti Indonesia Arbitration Week & Indonesia Mediation Summit 2025 ini, semangat perdamaian dan penyelesaian sengketa secara bijak diharapkan semakin tumbuh di masyarakat Indonesia mengembalikan nilai luhur musyawarah sebagai jembatan menuju harmoni sosial.
