
Tangerang – Teknologi kini hadir sebagai solusi nyata bagi pelaku UMKM. Melalui kegiatan Implementasi dan Pelatihan Inovasi Teknologi Penggorengan Otomatis sebagai Solusi Efisiensi Produksi UMKM Keripik Tempe Berbasis Ekonomi Kreatif, Institut Teknologi Indonesia (ITI) memperkenalkan mesin penggorengan otomatis berbasis conveyor kepada Rumah Keripik Tempe Ubaey.

Dosen pembimbing ITI, Novy Hapsari, menjelaskan awal mula program ini. “Sejak awal perancangan mesin penggorengan ini sudah ada diskusi kerja sama dengan Rumah Keripik Tempe Ubaey. Dari diskusi tersebut, ada seorang mahasiswa yang mencoba mengakomodir kebutuhan dari Keripik Ubaey. Pemilik Rumah Keripik bercerita, alat yang dibutuhkan salah satunya adalah mesin penggorengan. Mereka sering kesulitan ketika pesanan ramai tapi tenaga kerja terbatas. Dari situ, kami mencoba membuat mesin penggorengan keripik tempe otomatis berbasis conveyor,” ungkapnya.
Menurut Novy, implementasi prototype alat ini diajukan ke Kemendikti Saintek, Dirjen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat melalui skema Hibah Pemberdayaan Berbasis Masyarakat ruang lingkup Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat dan berhasil mendapatkan pendanaan.
“Alhamdulillah, kami lolos seleksi. Kami melakukan pengabdian dengan menerapkan inovasi mesin penggorengan otomatis untuk dimanfaatkan di Rumah Keripik Tempe Ubaey. Walaupun masih perlu penyempurnaan, alat ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan perajin tempe,” ujarnya.
Novy menambahkan, dana hibah yang diterima mencapai Rp49 juta dengan alokasi sekitar Rp30 juta untuk pembuatan alat.
“Kalau bisa diproduksi massal, harganya bisa lebih murah. Alat ini memang belum ada di Indonesia, jadi dirancang agar sesuai dengan kondisi perajin tempe yang umumnya menengah ke bawah. Harapan kami, mesin ini tidak hanya dimanfaatkan di sini, tapi juga dapat disebarkan ke seluruh wilayah Indonesia,” tutur Novy.
Di sisi lain, pemilik Keripik Tempe Ubaey, Nurkholis, merasa sangat terbantu dengan adanya mesin ini.
“Alhamdulillah, kami sangat berterima kasih pada ITI yang sudah memfasilitasi mesin penggorengan. Semoga trial berjalan lancar tanpa kendala. Selama ini saya menggoreng masih manual. Dengan adanya mesin otomatis ini, produksi jadi lebih efisien. Harapan saya usaha bisa tambah maju dan berkembang,” ucapnya.
Sementara itu, mahasiswa ITI yang terlibat menjelaskan detail teknis mesin. “Kenapa disebut penggorengan otomatis, karena pertama kita bisa hitung countdown sebelum motor konveyor berjalan. Ada pengontrol suhu yang menjaga kestabilan suhu minyak dan timer yang menentukan berapa lama keripik digoreng. Mesin ini mempunyai tujuh sekat dengan jarak antar sekat 40 cm, dan kapasitas keripik tempe maksimum 17 kg per sekat. Proses penirisan pun otomatis lewat conveyor,” jelas salah satu mahasiswa.
Menurut mereka, pengerjaan prototyping mesin ini memakan waktu 6–8 bulan sebagai bagian dari tugas akhir, dengan penyempurnaan sekitar dua bulan.
“Mesin ini mampu menggoreng tempe maksimum hingga 700 kg keripik tempe dalam 8 jam. Meskipun demikian, dengan pemanfaatan 20% kapasitas saja, mesin ini mampu menggoreng hingga 420 kg. Kami berharap alat ini bisa bekerja optimal dan bermanfaat bagi Pak Ubaey maupun UMKM lainnya,” pungkasnya.