
Jakarta, 24 September 2025 – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menegaskan sikapnya terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan yang dinilai merugikan kaum pekerja. Dalam konferensi pers yang digelar di Sofyan Hotel Cut Meutia, Jakarta Pusat, Rabu (24/9), KSPI juga menyoroti isu kenaikan upah minimum 2025 serta mengumumkan rencana aksi nasional puluhan ribu buruh pada 30 September 2025 di Istana Negara dan DPR RI, serta serentak di berbagai daerah di Indonesia.
Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyampaikan bahwa ada tiga isu utama yang menjadi perhatian KSPI:
- RUU Ketenagakerjaan
KSPI menilai sejumlah pasal dalam RUU tersebut berpotensi melemahkan perlindungan buruh, terutama terkait sistem kerja kontrak, outsourcing, pesangon, dan jaminan sosial tenaga kerja. - Kenaikan Upah Minimum
KSPI bersama serikat buruh menuntut kenaikan Upah Minimum 2025 sebesar 8,5%–10,5%, berdasarkan perhitungan kebutuhan hidup layak dan inflasi yang dirasakan langsung pekerja. KSPI juga menekankan pentingnya HOSTUM (Hukum Upah Minimum) sebagai acuan hukum untuk memastikan upah layak diterima buruh. - Gerakan Buruh Internasional
KSPI baru saja mengikuti pertemuan serikat buruh se-Asia Pasifik yang membahas Labour Law Reform. Dukungan internasional datang dari IndustriALL Global Union, federasi buruh dunia berbasis di Jenewa, Swiss, yang menaungi lebih dari 50 juta pekerja dari 140 negara.
Aksi Nasional 30 September 2025
KSPI mengumumkan bahwa aksi nasional akan digelar pada 30 September 2025, dengan konsentrasi massa di Istana Negara atau DPR RI, serta di berbagai kota industri di Indonesia. Puluhan ribu buruh akan turun ke jalan menyuarakan penolakan terhadap RUU Ketenagakerjaan serta desakan kenaikan upah minimum.
“Buruh tidak akan tinggal diam ketika kebijakan yang dibuat merugikan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Aksi besar pada 30 September menjadi penegasan sikap bahwa kaum buruh siap bersatu, baik di dalam negeri maupun secara internasional,” tegas Said Iqbal.